MARIA KRISTIN KU
Di siang bolong aku saksikan dengan mata kepalaku sendiri, engkau bermain bulu tangkis sangat memesona jiwaku, semangat kebangsaan telah merasuki jiwaku sehingga aku terbuai dengan pukulan-pukulan yang engkau berikan pada lawanmu. Meski hanya menyaksikan melalui layar yang sedikit agak cembung terbuat dari kaca, bararuskan listrik, dan selalu pakai antena, aku tidak berkedip sedikitpun untuk menatapnya dengan jarak kira-kira empat meter. Engkau meloncat kesana-kemari memukul bola terbuat dari bulu ayam yang biasa aku makan ketika aku sedang sakit.
Wahai Maria Kristin ku, engkaulah harapan semua anak bangsa, engkaulah sanjungan setiap jiwa yang kehausan akan kemenangan, yang kehausan akan jati diri. Engkau pertaruhkan semua tenagamu dan kemampuanmu hanya untuk agar bangsa kita terlihat oleh dunia.
Babak pertama engkau lalui dengan begitu antuasias, semangat, dan kemenangan. Lawanmu engkau buat mabuk kepayang akan pukulanmu. Lawanmu engkau buat mencium lututmu untuk mengejar dan menangkis bola yang sengaja dibuat tidak bulat. Keringatmu yang bercucuran dari atas pelipismu sebagai saksi akan ketangguhanmu. Rambut bagian depan kepalamu yang basah menambah gairah kepahlawananmu dalam membela bangsamu. Tubuh yang sangat lincah di lapangan menjadi untaian permata jamrud bangsamu. Mata yang bening bagai mata elang menerawang kemana bola dijatuhkan oleh sang lawan. Semua itu hanya satu untuk membela tanah airmu yaitu Indonesia.
Pada babak kedua dan terakhir aku tidak akan berkomentar apapun. Sungguh aku tidak tega untuk menceritakannya. Dan pada akhirnya engkau berikan untuk bangsa ini dengan kemampuanmu yang sungguh tidak engkau harapkan sebelumnya, dengan angka kosong satu untuk Indonesia.
Untuk Maria Kristinku, Jangan putus asa, jangan menyerah, kesempatan tidak hanya sekali ini, tetapi ditahun berikutnya masih menunggumu.